Bagi Anda yang memang memiliki selera untuk berinvestasi saham, bisa memulai dengan reksa dana saham.
Jawabannya bisa ”ya” bisa ”tidak”. Namun, kebanyakan investor individu sering kali tidak terlalu bernyali untuk mengubah pola investasinya kendati berdasarkan evaluasi, disadari bahwa investasi yang dilakukan mesti mengalami revisi. Kenapa demikian? Karena antara logika dan perasaan sering berpadu. Tatkala evaluasi dilakukan, maka segala logika dikedepankan. Perasaan pasti kalah. Namun, ketika evaluasi sudah selesai dan rencana telah disusun, maka saat akan dilaksanakan, perasaan mulai bermain lagi.
Sering muncul pertanyaan, bagaimana jika asumsi yang telah disusun berbeda dengan fakta, dan lain sebagainya. Itu sebabnya, banyak investor individu belum melakukan perubahan apa-apa meski satu bulan pada tahun berjalan telah terlewati. Ironisnya, ketika waktu telah berjalan, portofolio investasi yang tidak berubah tetap berjalan seperti biasa, maka penyesalan akan muncul. Kenapa?
Portofolio saham misalnya. Lazim pada bulan Januari terjadi efek yang membuat sebagian harga saham meningkat. Namun, wind fall tidak dinikmati oleh semua investor karena memang tidak semua saham mengalami peningkatan harga. Dengan kata lain, jika portofolio saham Anda tidak termasuk saham yang mengalami peningkatan harga, Anda hanya menjadi penonton. Bahkan, saham di portofolio Anda mengalami penurunan harga. Oleh karena itu, rencana investasi yang sudah disusun tidak bisa dibiarkan hanya sebagai rencana. Lantas bagaimana baiknya?
Cek rencana
Cek kembali rencana yang telah disusun. Paling tidak di sana mestinya ada beberapa hal penting. Pertama, alokasi dana ke beberapa instrumen investasi. Misalnya, sekian persen di deposito berjangka, sekian persen di saham, sekian persen di reksa dana, dan lain sebagainya. Tentu dari alokasi itu ada yang berupa tambahan investasi baru dan ada pula yang sekadar pergeseran dari alokasi. Nah, berdasarkan alokasi investasi tersebut, Anda bisa memulai implementasi dari yang paling sederhana dan minim risiko. Apa itu?
Deposito berjangka. Jika Anda merencanakan untuk mengurangi alokasi investasi di deposito berjangka, maka ketika jatuh tempo jangan diperpanjang lagi. Dengan kata lain, Anda mesti segera menyiapkan relokasi dana deposito berjangka tersebut ke instrumen lain sesuai dengan rencana aksi yang telah dibuat.
Kedua, timing dalam implementasi. Apa maksudnya? Sederhana saja. Anda telah memiliki cash atau dana yang siap diinvestasikan yang berasal dari pencairan deposito berjangka. Lalu ke mana dana tersebut diprioritaskan? Pertanyaan ini penting mengingat Anda akan melakukan penambahan investasi di reksa dana dan atau saham dan atau investasi lainnya. Mana yang akan didahulukan? Jawabannya adalah bergantung timing.
Seorang investor yang berorientasi jangka panjang, atau minimal setahun, tentu telah mengevaluasi instrumen yang akan dibeli, termasuk dalam hal ini instrumen volatile seperti saham. Nah, timing dalam menentukan kapan membeli saham-saham yang telah diincar akan sangat memberi pengaruh terhadap keberhasilan ataupun kegagalan dalam investasi saham tersebut. Artinya, jangan memaksakan membeli ketika harga saham masih tinggi. Namun akan lebih tepat jika membeli saham-saham itu saat mengalami koreksi harga.
”Monitoring” dan evaluasi
Ketiga, monitoring dan evaluasi. Tatkala rencana aksi sudah diimplementasikan secara total, maka realitas dari investasi tersebut tentu mesti di-monitoring. Paling tidak dilakukan monitoring secara bulanan, bagaimana perkembangan investasi yang telah dilakukan. Monitoring bulanan bukan berarti harus dilakukan penyesuaian setiap bulan. Apalagi jika investasi tersebut dalam bentuk saham.
Up down dari harga saham adalah biasa karena ada berbagai trigger dalam pembentukan harga saham. Bisa karena faktor psikologis pasar, bisa pula memang karena fundamental dari emiten bersangkutan. Jika perubahan harga, menjadi turun misalnya, lebih didorong oleh psikologis pasar, tidak mesti Anda ikut-ikutan menjual saham tersebut. Bahkan ketika harga mengalami pelemahan, sementara Anda yakin betul bahwa fundamental saham tersebut cukup baik, maka Anda malah bisa masuk lagi ke saham tersebut. Toh horizon investasi Anda bukan bulanan, melainkan minimal untuk jangka waktu setahun.
Lantas apa pula yang dimaksud dengan evaluasi? Evaluasi adalah untuk membandingkan antara realitas yang terjadi dengan rencana dan juga dengan asumsi yang telah dibuat. Apakah ada perbedaan atau tidak. Jika penyimpangan dalam fakta terlalu jauh dibandingkan dengan asumsi, maka suka tidak suka, portofolio harus disesuaikan juga. Kelazimannya, penyimpangan yang bisa ditoleransi adalah sampai dengan 5 persen. Atau paling banyak 10 persen. Jika melebihi patokan tersebut, berarti memang ada yang keliru dengan asumsi yang dibuat sebelumnya.
Lantas kapan evaluasi tersebut dilakukan? Evaluasi yang menyeluruh bisa dilakukan per semester alias enam bulanan. Namun, evaluasi juga bisa dilakukan per tiga bulanan. Kalau dilakukan penyesuaian setelah tiga bulanan, sebaiknya hanya bersifat minor. Karena dalam tiga bulan, hakikatnya tidak terlalu banyak hal yang bisa dijadikan kesimpulan.
Kesimpulannya, rencana aksi adalah panduan dalam melakukan investasi. Tidak mungkin investasi bisa berjalan dengan baik jika tidak berdasarkan parameter atau tujuan-tujuan yang telah dirancang. Tidak perlu ada keraguan untuk mengimplementasikannya. Sebab, rencana aksi mestinya telah melalui analisis dan penggunaan logika. Jika terlambat mengimplementasikan rencana aksi tersebut, hasilnya bisa sangat berbeda. Selamat mencoba.
(Elvyn G. Masassya, praktisi keuangan)
Sumber: Kompas Cetak
Tidak ada komentar:
Posting Komentar